Pentingnya Literasi Digital di Era 2025

Kadonesia.com, 18 Oktober 2025 — Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan arus informasi yang semakin deras, literasi digital kini menjadi keterampilan wajib bagi setiap warga negara. Tahun 2025 disebut sebagai era kritis digital, ketika kemampuan memilah informasi, menjaga privasi, serta berpikir kritis di dunia maya menjadi indikator utama kualitas masyarakat modern.

Dunia yang Semakin Digital

Menurut laporan We Are Social 2025, lebih dari 5,3 miliar orang di dunia kini terhubung ke internet. Hampir seluruh aktivitas manusia — mulai dari belajar, bekerja, berbelanja, hingga bersosialisasi — telah berpindah ke ranah digital.
Di Indonesia, tingkat penetrasi internet mencapai 83 persen populasi, namun masih banyak pengguna yang belum memahami cara menggunakan teknologi secara bijak dan aman.

“Bukan soal siapa yang paling cepat beradaptasi, tapi siapa yang paling cerdas menggunakan teknologi. Literasi digital adalah bentuk kecerdasan baru di abad ke-21,” ujar Dr. Niken Widiastuti, pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia.

Memahami Apa Itu Literasi Digital

Literasi digital tidak sekadar kemampuan menggunakan gawai atau media sosial. Lebih dari itu, ia mencakup kemampuan berpikir kritis terhadap informasi, menjaga keamanan data pribadi, serta memahami etika dalam berinteraksi di dunia maya.

Beberapa aspek penting dalam literasi digital meliputi:

  1. Kemampuan berpikir kritis terhadap informasi yang ditemukan di internet.

  2. Kesadaran menjaga keamanan data pribadi dan jejak digital.

  3. Etika bermedia sosial, memahami batas antara opini, privasi, dan ujaran kebencian.

  4. Kemampuan kolaborasi digital dalam dunia kerja dan pendidikan modern.

Meski begitu, survei Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) 2024 menunjukkan skor literasi digital Indonesia baru mencapai 3,65 dari 5, masih di bawah target nasional.

Risiko Rendahnya Literasi Digital

Rendahnya literasi digital berdampak langsung pada meningkatnya berbagai masalah sosial di dunia maya. Beberapa di antaranya adalah:

  • Penyebaran hoaks dan disinformasi, terutama menjelang tahun politik dan pemilu.

  • Penipuan online dan pencurian data pribadi, yang meningkat hingga 40 persen selama periode 2024–2025.

  • Kasus cyberbullying di kalangan remaja akibat kurangnya kesadaran akan etika digital.

“Kalau masyarakat tidak dibekali pemahaman yang cukup, mereka bisa menjadi korban maupun pelaku di dunia maya tanpa sadar,” ujar Dirjen Aptika Kominfo, Semuel A. Pangerapan.

Upaya Meningkatkan Literasi Digital

Pemerintah Indonesia melalui program “Indonesia Makin Cakap Digital (IMCD)” terus menggencarkan edukasi masyarakat lewat pelatihan, webinar, dan integrasi literasi digital ke dalam kurikulum sekolah.
Selain itu, berbagai komunitas swasta, universitas, dan lembaga non-profit juga meluncurkan kelas literasi digital gratis yang mencakup keamanan siber, manajemen data pribadi, serta etika bermedia sosial.

Beberapa platform global seperti Google, Meta, dan TikTok Indonesia turut berpartisipasi dalam kampanye literasi digital melalui inisiatif seperti #ThinkBeforeYouShare dan #BersamaCakapDigital.

Menuju Masyarakat Digital yang Cerdas

Seiring berkembangnya kecerdasan buatan (AI), big data, dan Internet of Things (IoT), literasi digital bukan lagi keterampilan tambahan, melainkan fondasi utama kecakapan hidup modern.
Masyarakat yang melek digital mampu memanfaatkan teknologi untuk produktivitas, kreativitas, dan inovasi ekonomi, sekaligus menghindari risiko dunia maya.

“Masa depan bangsa bergantung pada seberapa cerdas generasinya dalam memanfaatkan teknologi,” tutup Dr. Niken.

Kesimpulan

Tahun 2025 menjadi titik balik antara menjadi pengguna teknologi yang bijak atau korban dari derasnya arus digital.
Meningkatkan literasi digital berarti melindungi diri, keluarga, dan bangsa dalam menghadapi masa depan yang semakin terkoneksi secara global.

Related posts